TERIMAKASIH ANDA TELAH MENGUNJUNGI KAMI
RAPI KECAMATAN KOJA JAKARTA UTARA

Jumat, 31 Desember 2010

Ulama Yaman: Islam Tidak Kenal Terorisme

Banda Aceh - Ulama besar dari Republik Yaman Habib Umar bin Hafidz menyatakan Islam tidak mengenal terorisme, karena agama dibawa Nabi Muhammad SAW itu penuh dengan perdamaian dan saling menghargai.

"Islam itu bukan teroris, Islam adalah rahmat bagi sekalian alam. Teroris adalah istilah baru yang diciptakan orang-orang yang menginginkan kehancuran," katanya di Banda Aceh, Kamis.

Hal itu disampaikan Habib Umar saat memberi ceramah dihadapan ribuan warga usai memimpin zikir Akbar akhir tahun di Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.

Menurutnya teroris yang dilekatkan pada dunia Islam selama ini hanya istilah dipopulerkan oleh media barat dan umat Islam diimbau tidak terpengaruh dengan hal itu.

Habib Umar mengatakan Islam tidak identik dengan pembunuhan, perusakan, mengumbar kebencian seperti dipahami oleh segelintir dunia barat. "Itu hanya perilaku orang-orang kufur," katanya.

Pembunuhan terjadi setiap hari di seluruh belahan dunia saat ini dinilai karena umat manusia di muka bumi sudah mengabaikan nur (cahaya) Islam dan keimanannya kepada Allah SWT.

"Sesungguhnya itu terjadi karena jauhnya mereka dari nur Islam dan iman kepada Allah," kata ulama Syafi`ah itu.

Menurut Habib, Islam melarang umatnya saling membenci dan mencaci maki satu sama lain hanya karena perbedaan ajaran atau keyakinan, termasuk tidak dibenarkan membeci serta menghina agama lain.

Allah SWT melarang umat Islam saling mencaci maki, bahkan mencaci maki Tuhan-Tuhan palsu kaum musyrikin sekalipun, karena cacian itu akan dibalas dengan cacian juga, sehingga menimbulkan kehancuran," ujar Habib Umar.

Islam, kata dia, juga melarang umatnya mengkafirkan orang lain meskipun dia sudah duluan disebut kafir oleh orang lain.

Umat Islam khususnya penganut Ahlusunnah Waljamaah diimbau untuk tidak terlalu fanatik menganut suatu ajaran, sehingga akan menjadi sulit menerima perbedaan pendapat yang dikhawatirkan memicu perpecahan.

"Ahlussunah Waljamaah menjanjikan kedamaian, tetapi Ahlussunah Waljamaah tidak mengajarkan penganutnya fanatik. Karena itu kita tidak harus mengejek-ejek ajaran lain," katanya.

Habib Umar mengimbau umat Islam khususnya penganut Ahlussunah Waljamaah untuk menjadi suri tauladan, sehingga ajaran yang dianutnya menjadi panutan bagi umat lain. "Tidak harus mencaci maki untuk mengakui ajaran kita," ujar dia.

Habib Umar meminta umat Islam agar menanyakan sesuatu yang belum diketahuinya tentang Islam kepada ulama yang berkompeten dan tidak langsung menyalahkan setiap ada perbedaan.

Ulama Yaman itu juga mengimbau kepada umat Islam seluruh dunia agar menjadikan tsunami melanda Aceh 2004 yang merengut sekitar 230 ribu jiwa, sebagai bahan renungan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

"Tsunami itu hikmah dari Allah SWT untuk memberi tanda bahwa Tuhan itu ada," kata Habib Umar yang ikut berziarah ke kuburan massal korban tsunami selama di Aceh.(*)
(ANT-187/H011/R009)

Rabu, 29 Desember 2010

Polri Ungkap 23.531 Kasus Narkoba di Indonesia


Jakarta - Kepolisian berhasil mengungkapkan 23.531 kasus narkoba di seluruh Indonesia sepanjang 2010, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Polri Brigjen Pol I Ketut Untung Yoga Ana di Jakarta, Selasa.
"Semua kasus narkoba (23.531 kasus) itu terdiri dari narkotika sebanyak 15.948 kasus, psikotropika 949 kasus dan bahan berbahaya sebanyak 6.634 kasus," katanya.
Jumlah tersangka dalam kasus narkoba 29.681 orang terdiri dari narkotika sebanyak 21.430 orang, psikotropika 1.239 orang dan bahan berbahaya sebanyak 7.012 orang, ujarnya.
"Jumlah barang bukti yang disita untuk pohon ganja sebanyak 202.018 batang, biji ganja 120,5 gram, daun ganja sebanyak 18,6 juta gram," kata Yoga.
Kemudian heroin 23.773,34 gram, hashish 4.946,6 gram, kokain 54,03 gram, ekstasy 369.268 butir, shabu 280.006,52 gram dan shabu cair 8.325 gram.
Selanjutnya, psikotropika yang disita untuk obat daftar G sebanyak 1,5 juta tablet, Ketamin 109.366 gram, Benzodiazepin 534.192 tablet dan Barbiturat sebanyak 308.568 tablet, kata Karo Penmas.
Polri juga menyita bahan berbahaya di antaranya minuman keras sebanyak 164.226 botol, air keras 103 liter, Borax 500 kilogram serta obat palsu sebanyak 131.980 tablet dan 34 botol, kata Yoga.
"Apabila dikalkulasi, maka uang yang dapat diselamatkan sebesar Rp892,6 miliar dan pemakai pemula yang dapat diselamatkan sebanyak 64.874.304 orang," kata Yoga.

Antara - Rabu, 29 Desember 2010

Minggu, 19 Desember 2010

Sultan: Berbagai Pandangan Beri Nuansa RUUK

Sultan: Berbagai Pandangan Beri Nuansa RUUK
BANTUL - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan berbagai pandangan di DPRD kabupaten maupun provinsi diharapkan memberi nuansa dalam pembahasan Rancangan Undangan-undang Keistimewaan provinsi ini.
"Berbagai pandangan itu akan menjadi masukan dan diharapkan memberi nuansa di DPR RI dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)," katanya.
Sultan Sabtu (18/12) kemarin ikut menghadiri Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Bantul untuk menyikapi RUUK DIY. Menurut Sultan, berbagai pandangan mengenai RUUK DIY telah diutarakan perwakilan rakyat melalui fraksi-fraksi DPRD di Kabupaten Bantul dan DPRD provinsi. Semua masukan itu akan disampaikan ke DPR RI.
Meski demikian, menurut Sultan, saat ini dirinya tidak mengetahui apa yang terjadi di DPR RI terkait pembahasan RUUK soal mekanisme jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY. Dia tidak tahu apakah melalui penetapan atau pemilihan. "Nanti akan ada pembahasan di DPR. Ada juga tim yang akan datang ke Yogyakarta. Saya kira nanti juga ada pembicaraan dengan DPRD, baik provinsi maupun kabupaten," katanya.
Sultan mengatakan bahwa kehadirannya dalam Sidang Paripurna DPRD Bantul karena diundang untuk menghadiri dan mendengarkan aspirasi masyarakat melalui fraksi di dewan. Dia juga menyatakan siap menerima tawaran dari pimpinan Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk memfasilitasi pertemuan dengan Presiden terkait dengan RUUK DIY.
Republika - Minggu, 19 Desember 2010

Jumat, 17 Desember 2010

Penumpang Kapal Roro Kandas di Merak Berteriak-Teriak Panik

Kapal ferry Jagantara yang mengangkut penumpang asal Pulau Sumatera merapat di Pelabuhan Merak, Banten (Yudhi Mahatma)

Merak - Sekitar seribuan penumpang KMP Panorama Nusantara milik PT Jembatan Madura yang kandas di Perairan Merak, Kota Cilegon mulai panik, mereka berteriak dan meminta tolong agar segera dievakuasi.

"Kami masih kesulitan melakukan evakuasi terhadap penumpang KMP Panorama Nusantara yang sudah sejak pukul 19:30 WIB kandas, akibat terbawa arus dan angin kencang," kata Kepala Cabang PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry, Merak, Teja Suparna didampingi staf Humas setempat, Mario, Kamis.

Dia menjelaskan, saat ini pihak ASDP masih berupaya dan berfikir keras, agar penumpang dapat di evakuasi secepatnya, lantaran penumpang sudah mulai panik dan berteriak.

"Kami berupaya agar ini dapat diselesaikan, tapi kendala kami selain kapal itu saat ini berada di perairan dangkal, juga kondisi angin kencang dan gelombang di Perairan Merak masih kencang dan tinggi," ujarnya.

Pantauan di lokasi, kandasnya Kapal Ferry jenis ro-ro dengan kapasitas penumpang sebanyak 1.028, kendaraan 150 unit berat 8.915 GRT dan kecepatan 14 knot ini masih berada di Perairan Merak, persis di belakang Terminal Terpada Merak (TTM), Kota Cilegon.

Pihak PT ASDP Indonesia Ferry, Merak sendiri belum berhasil menghitung jumlah penumpang pejalan kaki yang berada di KMP Panorama Nusantara, namun diketahui di dalam kapal tersebut terdapat 19 kendaraan roda dua, sembilan mobil kecil, 28 colt diesel, satu unit truk besar, dan 18 tronton.

"Kalau untuk jumlah penumpangnya sendiri kami belum mendapatkan konfirmasi, tetapi menurut laporan KMP Panorama Nusantara itu berangkat dari Pelabuhan Bakauheni pukul 14:15 WIB, dan kandas pukul 19:30, bukan pukul 20:00 WIB," jelas Teja didampingi Mario. (ANT/K004) Jumat, 17 Desember 2010 01:48 WIB

Kamis, 16 Desember 2010

Syafi`i Ma`arief: Keistimewaan Yogyakarta Tak Perlu Diganggu

Syafi`i Ma`arief: Keistimewaan Yogyakarta Tak Perlu Diganggu

Jakarta - Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Syafi`i Ma`arief mangatakan, keistimewaan Yogyakarta tidak perlu diganggu dengan isu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
"DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) disinggung-singgung seolah mencederai demokrasi dan UUD 1945, itu dari mana? Bahkan UUD 1945 sendiri mengakui keistimewaan Yogyakarta," katanya di Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan, secara kesejarahan, justru Yogyakartalah yang menjaga Indonesia dan demokrasi di Indonesia tetap dapat berjalan. Ia mengatakan, tanpa peran Sultan Yogyakarta Hamengku Buwono IX, yang rela membiayai keberadaan negara Indonesia di masa revolusi, sulit untuk membayangkan negara Indonesia dan demokrasi itu ada.
"Untuk itu, pemerintah tak perlu buat gara-gara dan `goro-goro`. Kalau ini namanya gara-gara dan goro-goro," katanya.
Seperti diberitakan, pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dengan ketidakcocokan antara monarki dan demokrasi di Daerah Istimewa Yogyakarta telah mendapatkan tanggapan dari banyak pihak.
Pernyataan Presiden kemudian dijabarkan dalam RUU Keistimewaan Yogyakarta yang akan diusulkan dengan memuat pasal terkait pemilihan gubernur dan wakil gubernur.
Padahal selama ini Yogyakarta sebagai salah satu daerah yang diistimewakan memiliki Gubernur dan Wakil Gubernur yang ditetapkan, yaitu sultan dari Kasultanan Yogyakarta dan Istana Paku Alam.
Namun dalam RUU Keistimewaan Yogyakarta yang akan diajukan, mengubah penetapan menjadi pemilihan secara langsung. Hal itu memicu berbagai aksi penolakan di Yogyakarta.
Ribuan, masyarakat Yogyakarta pada Senin (13/12) melakukan aksi sidang rakyat yang diawali dengan "long march" massa dari alun-alun utara Yogyakarta menuju Gedung DPRD DIY di Jl Malioboro, Yogyakarta untuk menyatakan sikapnya menolak rencana pemerintah pusat.
Sebelumnya, Gusti Bendoro Pangeran Haryo Prabukusumo memilih keluar dari Partai Demokrat dan menyatakan dirinya siap untuk turun ke jalan guna memperjuangkan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya terkait dengan pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur melalui penetapan.
Perkembangan saat ini dinilai berpotensi mendorong terjadinya konflik yang berkelanjutan. Beberapa pengamat dan tokoh mendorong agar Presiden Yudhoyono dan Sri Sultan Hamengku Buwono X melakukan dialog untuk meredam terjadinya benturan yang tidak diinginkan.
Sementara Pengamat Politik Charta Politika, Yunarto Wijaya menilai, perlu melibatkan Sultan dan Paku Alam serta tokoh Yogyakarta lainnya dalam pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta untuk menghindarkan terjadinya kontroversi.
Antara – 15-12-2010

Rabu, 15 Desember 2010

Kaus Lambang Keraton Yogyakarta Laris Manis

 Lambang keraton Yogyakarta
YOGYAKARTA--Penjualan kaus bergambar lambang Keraton Yogyakarta dalam beberapa hari terakhir meningkat dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya, terkait dengan polemik mengenai Rancangan Undang-undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Peningkatannya cukup signifikan dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya, karena banyak warga masyarakat terutama di Yogyakarta yang membeli kaus itu," kata salah seorang penjual kaus bergambar lambang Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di kawasan Alun-alun Utara, Kota Yogyakarta Deny Iskandar, Selasa.
Ia mengatakan lonjakan permintaan kaus bergambar lambang Keraton Yogyakarta terjadi sejak sepekan lalu, dan setiap hari mengalami peningkatan drastis.
"Ada yang membeli satu, tetapi ada pula yang membeli cukup banyak. Dalam sehari terjual rata-rata 30 lusin kaus bergambar lambang Keraton Yogyakarta. Pada hari-hari sebelumnya, biasanya hanya separuh dari jumlah itu yang terjual, bahkan sering sehari hanya laku 10 kaus," katanya.
Deny mengatakan dirinya juga melayani permintaan kaus itu dari para penjual kaus di kawasan Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta. "Sejak sepekan terakhir permintaan meningkat tajam," katanya. Meski permintaan meningkat, menurut dia harga kaus ini tidak dinaikkan. "Harganya tetap seperti biasanya antara Rp22.000 hingga Rp45.000 per kaus, dan harga per lusin (terdiri 12 kaus) antara Rp300.000 hingga Rp500.000," katanya. Menurut dia, harga disesuaikan dengan jenis kain yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kaus ini.
Hal yang sama juga dikatakan penjual kaus lainnya, Ari Dwi Suryani, bahwa penjualan kaus bergambar lambang Keraton Yogyakarta sejak beberapa hari belakangan ini banyak dicari pembeli. "Saat ini kami terus memproduksi kaus tersebut, dan kami beberapa hari lalu kehabisan stok," katanya.
Ia mengatakan permintaan kaus bergambar lambang Keraton Yogyakarta biasanya cenderung sedikit, bahkan sering setiap hari sepi pembeli. "Kecuali pada hari libur, banyak wisatawan domestik maupun mancanegara membeli kaus ini sebagai oleh-oleh," katanya.
Sementara itu, menurut salah seorang pembeli kaus bergambar lambang Keraton Yogyakarta Paidi warga Bantul, dengan memakai kaus ini merupakan salah satu wujud dukungan terhadap keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Saya membeli lima kaus untuk anak-anak saya dan istri. Dengan mengenakan kaus ini juga merupakan bentuk kecintaan terhadap Yogyakarta," katanya.
Desember 2010, 21:19 WIB
Red: Stevy Maradona
Sumber: Antara

Selasa, 14 Desember 2010

Beginilah Cara Kerja Sensor Pelanggar Itu

 Tony Hartawan
Jakarta - Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya memasang alat Electronic Law Enforcement (ELE) atau kamera tersembunyi di sejumlah ruas jalan protokol Ibu Kota untuk memantau pelanggaran lalu lintas oleh pengguna jalan raya.

Untuk sementara alat tersebut akan dipasang di penggalan jalan dari Blok M, Jakarta Selatan, menuju Glodok, Jakarta Barat. Kamera tersembunyi yang dipasang dihubungkan dengan sebuah alat di dalam kendaraan polisi.

Kamera bekerja dengan cara mengambil gambar atau memotret dengan sensor sehingga mendapatkan plat nomor kendaraan untuk mengidentifikasi data kendaraan. Alat elektronik tersebut juga mampu mendeteksi kendaraan yang tidak memperpanjang pajak STNK, bahkan pengendara yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).

Dengan sistem elektronik ini, penilangan terhadap pengendara yang melakukan pelanggaran juga bisa dilakukan secara komputerisasi bukan manual lagi.

"Dengan alat ini jadi lebih mudah, setiap pelanggaran akan difoto," ujar Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Royke Lumowa seperti dikutip di situs TMC Polda Metro Jaya, Sabtu (11/12).

Pemasangan alat elektronik juga diharapkan dapat mempermudah polisi dalam memberikan sanksi pada pengendara yang melanggar aturan karena alat itu memantau langsung, kemudian denda pelanggaran ditagih kepada pemilik kendaraan.

Alat ini sudah diuji coba di Inggris dan Australia. Pengembangan Electronic Law Enforcement ini dilakukan pihak Ditlantas Polda Metro Jaya bersama PT Registrasi dan Identifikasi Nasional (RIN).
TEMPO Desember 2010 | 08:02 WIB

Senin, 13 Desember 2010

Catatan kecil Hari Nusantara

Siswanto Rusdi
Jakarta - Pada 13 Desember ini Hari Nusantara kembali diperingati. Hari Nusantara dinyatakan sebagai hari besar (non-libur) pada 2001 dalam masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarno Putri. Dipilihnya tanggal tersebut sebagai Hari Nusantara merujuk kepada deklarasi yang dinyatakan oleh Perdana Menteri Djuanda pada 13 Desember 1957.

Secara ringkas, Deklarasi Djuanda berisi pernyataan bahwa perairan antar-pulau merupakan bagian yang tak terpisahkan dari RI dan karenanya Indonesia berhak penuh atasnya.

Pada masa itu pernyataan Djuanda sangat luar biasa karena anggapan umum yang berlaku sejak lama menyatakan bahwa laut teritori satu negara hanya sejauh 12 mil dari garis pantainya atau sejauh tembakan meriam. Lewat dari jarak itu sudah merupakan perairan internasional. Pada 1982 pemikiran Djuanda diterima oleh kalangan internasional dan diundangkan dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Jadi, raision d'etre Hari Nusantara adalah pengakuan bahwa Indonesia merupakan negeri bahari. Atau, mengutip semboyan TNI AL, Jalesveva Jayamahe, justru di laut kita jaya.

Kenyataan pahit
Kendati demikian, kenyataan yang ada menunjukkan jangankan mencapai kejayaan di laut yang ada malah laut ditinggalkan. Karena menyadarkan kita akan kenyataan tersebut peringatan Hari Nusantara patut dihargai keberadaannya.

Ia menjadi obat untuk amnesia massal yang kita alami. Ia seolah berkata, hai anak bangsa, lihatlah ke laut dan kembalilah ke sana. Di sanalah terletak kejayaan Indonesia.

Amnesia yang dialami begitu parahnya sehingga tidak ada satupun bidang yang terkait dengan laut bisa dibanggakan. Contohnya, hingga hari ini kita tidak punya satupun pelabuhan laut yang betul-betul berkelas dunia seperti PSA Singapura atau Tanjung Pelepas, Malaysia. Tanjung Priok, yang merupakan pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia, tidak pernah bisa bebas dari kemacetan manakala tiba waktu closing pemuatan barang ke atas kapal.

Contoh lain, sampai sekarang kita tidak punya perusahaan pelayaran nasional yang bisa disejajarkan dengan Neptune Orient Line (NOL)-nya Singapura. Djakarta Lloyd, yang disebut-sebut sebagai flag carrier (mungkin pertimbangannya karena perusahaan ini merupakan BUMN) ternyata hanya memiliki beberapa gelintir kapal pengangkut petikemas. Itupun bertonase kecil. Malah kini sedang terancam bangkrut

Jangan lupa, di negara kepulauan terbesar di dunia ini sampai sekarang sektor perbankannya masih menganggap bisnis maritim, khususnya pelayaran, sebagai bidang usaha yang beresiko tinggi. Sehingga, mereka mengenakan tingkat suku bunga yang sangat tinggi, lebih dari 10 persen. Padahal, di negeri jiran Malaysia dan Singapura suku bunga untuk kalangan pelayaran berkisar antara 7-8 persen.

Tak ada prioritas
Sebetulnya pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk membangun bidang maritim di Tanah Air. Tapi, mungkin karena kita telah tercerabut begitu jauhnya dari akar jatidiri sebagai negara bahari, semua kebijakan itu hampir-hampir tidak banyak berpengaruh.

Ambil contoh Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional. Sejak dikeluarkan peraturan tersebut hingga saat tidak juga bisa mendorong pihak perbankan untuk lebih mendukung pelaku usaha pelayaran dengan memberikan kredit berbunga rendah.

Selain mengeluarkan Inpres tersebut, pada tahun yang sama, pemerintah juga telah meratifikasi International Convention on Maritime Liens and Mortgage (Konvensi International tentang Piutang Maritim dan Mortgage, 1993) melalui Peraturan Presiden No. 44 tahun 2005. Tapi, tetap saja pihak perbankan tidak merubah perlakuannya kepada industri pelayaran dalam negeri.

Dari sisi regulasi, bisnis maritim di Indonesia telah memiliki perangkat hukum yang cukup. Yang tidak dimiliki hanyalah skala prioritas. Kita sepertinya ingin menjadi yang terbaik di semua aspek bidang maritim sekaligus. Dalam perspektif Michael Porter, kita tidak bisa kompetitif di tengah keunggulan komparatif yang dimiliki.

Bagi para decision maker, peringatan Hari Nusantara tahun ini harus mampu dijadikan momentum untuk memperbarui semangat dalam mengelola negeri ini. Syukur-syukur semangat itu bisa langsung diwujudkan dalam berbagai keputusan yang lebih pro-bahari.

Dan, peringatan Hari Nusantara tahun ini harus juga bisa dijadikan awal baru untuk penentuan skala prioritas pembangunan bidang maritim nasional. Saatnya menentukan apakah kita hanya perlu satu pelabuhan yang betul-betul layak disebut sebagai pelabuhan kelas dunia. Atau, apakah kita hanya perlu menjadikan perusahaan pelayaran nasional betul-betul sebagai flag carrier yang disegani. Atau yang lainnya. Terserah.

Yang jelas, begitu skala prioritas sudah ditetapkan ia akan dijalankan dengan segenap keseriusan. Hal lain di luar itu harus mau dikesampingkan terlebih dahulu hingga prioritas tadi tuntas terlaksana. Jika dalam mengemban misi menyukseskan prioritas yang ditetapkan ada perusahaan atau pelaku usaha yang perlu diproteksi, ukurannya bukan BUMN atau non-BUMN. Boleh siapa saja.
Senin,13 Desember 2010 18:45 WIB
* Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Jakarta

Polri dan Dewan Pers Segera Tandatangani MoU


 Polri dan Dewan Pers Segera Tandatangani MoU
Jakarta - Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Iskandar Hasan, mengatakan, Polri segera menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Dewan Pers dalam penanganan kasus/laporan publik terhadap pers.
"Nota kesepahaman ini masih dalam rancangan dan tinggal menunggu tanda tangan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo," kata Iskandar usai mengikuiti acar diskusi publik "Kontroversi Konten Media Massa pada Era Kebebasan Pers, di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin.
Menurut dia, selama ini masyarakat atau perusahaan yang keberatan tentang pemberitaan di media massa bisa langsung ke polisi, namun ke depan tidak bisa langsung ke polisi.
"Perlu ada proses terlebih dahulu sebelum laporannya diserahkan ke polisi, yakni melakukan mediasi dan mengoptimalkan hak jawab. Kalau cara-cara ini tidak bisa menyelesaikan permasalahan itu, maka baru polisi yang akan menanganinya," tuturnya.
Penanganan kasus antara publik dan pers akan melibatkan Dewan Pers sebagai saksi ahli.
"Jadi jangan sampai ke depan kasus-kasus jurnalis tidak ada pegangan, tapi ada proses. Jadi masyarakat menyadari solusi dalam konflik dengan pers itu bisa terwujud," tambahnya.
Sebelumnya, Dewan Pers dan Polri membentuk tim kecil untuk membahas upaya Polri dalam mendukung kemerdekaan pers.
MoU itu membahas mengenai bagaimana peran Polri bila ada masalah pers.
"Bagaimana polisi menangani, melibatkan dewan pers, supaya polisi bisa menjalankan tugasnya tapi tidak mengganggu kemerdekaan pers," kata Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harrymurti. (ANTARA)13/12/2010